Syaifur Rizal Sebuah jurnal

Diversifikasi

Seringnya dalam satu waktu saya merasa menemukan lebih dari satu emiten yang menurut saya memiliki potensi yang menarik dari sisi fundamental. Bahkan terkadang juga saya merasa menemukan emiten yang bukan hanya menarik dari sisi fundamental, melainkan juga dari sisi teknikalnya.

Masalahnya, tentu saja tidak mungkin jika semua emiten-emiten tersebut saya beli. Selain karena keterbatasan modal juga karena jika semua emiten-emiten itu saya beli, pada akhirnya pergerakan portfolio saya akan bergerak tidak jauh berbeda dengan pergerakan indeks. Jika pergerakannya tidak jauh berbeda dengan indeks, untuk apa pula harus bersusah-susah mengelola portfolio sendiri. Bukankah akan jauh lebih mudah dan nyaman dengan hanya membeli reksadana saham atau indeks?

Secara logika, seharusnya yang dilakukan ketika mengalami hal di atas adalah dengan membuat daftar dari emiten-emiten yang dirasa menarik untuk kemudian dibandingkan dan dilihat manakah dari emiten-emiten tadi yang dirasa memiliki potensi paling menarik.

Hal yang sering saya lakukan sebelumnya ketika mulai membuat daftar emiten-emiten tadi, yaitu pertama-tama memulainya dengan cara mengelompokkan emiten-emiten tadi ke dalam sektornya masing-masing. Setelah itu barulah mulai membandingkan emiten-emiten yang ada di masing-masing sektor tadi dan kemudian membuat urutan mana saja di antaranya yang paling menarik dan mulai mengeliminasi emiten-emiten yang berada di urutan paling bawah.

Di sinilah masalah mulai muncul. Seringnya saya mulai ragu ketika mulai menentukan berapa jumlah emiten yang ingin saya koleksi.

Maksudnya seperti ini. Katakanlah seluruh emiten-emiten dalam daftar awal sebelum disaring jumlahnya ada 50 emiten. Kemudian setelah disaring sekarang tersisa hanya ada 10 emiten saja. Dengan hanya menyisakan 10 emiten, itu artinya modal yang kita miliki nantinya akan dialokasikan ke 10 emiten tadi yang juga berarti tiap emiten memiliki bobot resiko 10% dari total modal. Sedangkan jika kita menyebar modal ke daftar awal yang berjumlah 50 emiten, maka bobot resiko tiap emiten hanya sebanyak 2%.

Perubahan harga pada emiten yang memiliki bobot 10% tentunya akan memberikan efek yang cukup besar dibandingkan pada emiten yang memiliki bobot hanya 2% dari total modal.

Secara ekstrim katakanlah emiten A mengalami kebangkrutan dan akhirnya didepak dari pasar modal. Maka jika emiten A ini memiliki bobot resiko sebesar 10%, secara otomatis kita akan kehilangan 10% dari modal kita. Sedangkan jika bobot resiko emiten A hanya sebesar 2%, maka jika emiten A bangkrut dan didepak dari pasar modal, kita hanya akan kehilangan 2% dari total modal yang kita miliki.

Tapi itu jika melihatnya dari sisi bobot resiko. Bagaimana jika justru emiten A memberikan cuan yang luar biasa—katakanlah harganya naik 100%?

Jika hal tersebut terjadi, maka jika emiten A memiliki bobot 10% dan harganya naik 100%, ekuitas kita juga akan naik sebanyak 110%! Bandingkan jika bobotnya 2% maka ekuitas yang kita miliki hanya akan naik menjadi 102%.

Nah, sekarang yang harus dipertimbangkan lagi adalah seberapa kuat psikologis kita nanti ketika melihat volatilitas pergerakan portfolio.

Dari contoh ekstrim emiten yang didepak dari BEI dan contoh jika cuan hingga bagger, dapat kita lihat bahwa alokasi modal peremiten 10% memiliki kemungkinan volatilitas yang jauh lebih tinggi ketimbang dengan alokasi modal peremiten sebanyak 2%. Kuat ndak itu jika nanti-nantinya melihat portfolio naik dan turun dengan jarak yang bisa jadi juah lebih lebar dari pergerakan indeks?

Volatilitas yang terlalu ektrim inilah yang selalu mengganggu pikiran saya. Bukan hanya ketika portfolio turun tajam, tapi juga ketika porfolio tiba-tiba saja naik tajam. Mungkin sudah tipikal saya yang cenderung tidak menyukai perubahan yang terlalu signifikan.

Biasanya ketika masih saja pusing, bingung, dan tidak yakin bagaimana seharusnya mengalokasikan modal seperti di atas, ujung-ujungnya saya lebih memilih untuk melindungi psikologis. Yaitu dengan memilih mengabaikan potensi gain keseluruhan portfolio dengan melakukan diversifikasi yang lebih lebar hingga saya tidak lagi merasa khawatir mengenai resiko yang saya ambil.

Dulu kalau tidak salah ingat, pernah saya memiliki hampir 50 emiten yang berbeda. Tapi rata-rata biasanya berada di kisaran 30-an atau 20-an emiten—dan kini juga tidak lagi membagi rata jumlah modal ke tiap-tiap emiten melainkan berdasarkan juga pada keyakinan saya terhadap potensi peforma emiten di masa yang akan datang atau seberapa besar jarak antara harga dan potensi valuasi yang saya rasa wajar.

Pengen juga sih suatu ketika nanti bisa dengan yakin hanya dengan belasan atau bahkan kurang dari sepuluh emiten saja.